Kesehatan Jiwa

Apa Yang Dimaksud Dengan Kesehatan Jiwa ?

Kesehatan jiwa adalah kondisi kejiwaan Anda dalam menghadapi tekanan dan beban kehidupan sehari-hari. Apakah Anda masih sehat, mulai sakit atau sudah sakit parah tanpa Anda sadari.


Apa yang dimaksud dengan kesehatan jiwa adalah kondisi kejiwaaan Anda atau saya, yang setiap hari harus menghadapi stress. Mulai bangun pagi saat teringat target yang harus dicapai hari ini, kemacetan lalu lintas saat berangkat ke kantor. Lalu disambung dengan persaingan sesama rekan kerja agar bisa tetap mempertahankan diri dan luput dari PHK. Sementara cicilan rumah harus dibayar setiap bulan dan masih kurang sampai enam tahun lagi. Masih belum ditambah dengan kebutuhan biaya pendaftaran sekolah anak-anak, dimana peluang mereka untuk diterima juga tak luput dari persaingan yang sengit.

Emosi-emosi negatif seperti cemas, khawatir, jengkel dan ingin marah yang kita alami secara terus menerus itu bisa berpotensi menjadi gangguan bagi kesehatan jiwa. Akibatnya, tanpa sadar sikap dan perilaku kita akan cenderung berubah dan tidak lagi mencerminkan pribadi dengan jiwa yang sehat. Di lingkungan masyarakat yang masih beranggapan jiwa yang kurang sehat sama halnya dengan sakit gila, kita justru makin mengabaikan gangguan itu dan merasa baik-baik saja. Padahal makin lama sikap dan perilaku kita makin berubah menjadi negatif.

Apakah saat ini kondisi kejiwaan Anda benar-benar sehat atau sedang terganggu ?

Pada prinsipnya kesehatan jiwa seseorang ditentukan oleh pikiran, emosi dan spiritual. Ketiga elemen itu saling terkait dalam membentuk kondisi kesehatan jiwa seseorang. Orang memiliki pikiran sehat apabila mampu berpikir berdasarkan alasan-alasan yang logis dan rasional. Kesehatan emosi tercermin dalam cara bagaimana seseorang mampu mengendalikan dan mengungkapkan emosinya, apakah rasa marah, kecewa, khawatir dan senang melalui dengan sikap yang tidak berlebihan. Sedangkan spiritual adalah tingkat hubungannya dengan Tuhan, memiliki kemampuan untuk menerima bahwa setiap aspek kehidupan adalah pemberian Tuhan, sehingga memandang dan menerima kenyataan yang baik atau jelek tetap dengan rasa syukur.Pada akhirnya kesehatan jiwa tersebut akan berdampak pula pada kesehatan fisik seseorang.

Untuk sekedar mengetahuinya Anda hanya perlu tahu tentang ciri-ciri orang dengan kesehatan jiwa yang prima, alias benar-benar sehat. Ada banyak ciri-ciri yang dirumuskan para ahli, tetapi semuanya mirip. Ciri-ciri ini adalah rumusan dari WHO yang dipakai menjadi standar masyarakat di seluruh dunia, yaitu :

1. Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan yang sedang dihadapi atau dialami, meskipun kenyataan itu buruk. Lebih jelas apabila disertai contoh sederhana yang sering kita hadapi sehari-hari. Misalnya kita kehilangan dompet berisi sejumlah uang, KTP dan lain-lain yang bersifat penting. Siapapun orangnya pasti akan merasa sangat sedih dan marah jika kehilangan dompet itu akibat dicopet penjahat. Tetapi intensitas dan berapa lama dicengkeram oleh perasaan tersebut berbeda-beda pada setiap orang.

2. Memperoleh kepuasan dari usaha atau pekerjaan yang dilakukannya dan bukan semata-mata karena uang. Banyak orang yang bekerja atau melakukan suatu usaha hanya bertujuan untuk mencari uang dan kepuasannya diukur dari uang yang diperoleh. Berbeda dengan mereka yang juga memperoleh kepuasan dari hasil pekerjaannya, mereka adalah orang-orang yang berdedikasi terhadap profesi dan pekerjaannya. Jika sebagai penegak hukum, mereka tidak bisa disuap. Jika berprofesi dokter, mereka akan mengobati setiap pasiennya tanpa memandang apakah si pasien ini orang berduit atau tidak. Orientasinya adalah bagaimana bisa menyembuhkan pasien sehingga menjadi sehat seperti semula. Jika berprofesi guru, mereka akan memperhatikan setiap murid seperti anak sendiri dan bersedia mengajar di tempat-tempat terpencil sekalipun.

3. Merasa lebih puas memberi daripada menerima. Sikap ini lebih mencerminkan kematangan spiritual seseorang dan semakin jarang di temukan di lingkungan masyaratakat  dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah, meskipun pengertian memberi tiudak selalku berarti memberi uang atau barang. Memberi bisa dalam bentuk pertolongan, nasehat, saran atau kesediaan membuka diri untuk menerima keluhan orang lain yang artinya kita telah memberikan perasaan lega pada orang yang bersangkutan.

4. Merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan. Dalam lingkungan kehidupan sehari-hari yang keras, orang tidak bisa bebas sama sekali dari ketegangan dan kecemasan. Dalam hal ini pikiran sehat yang berperan untuk membuat orang bisa menerima dan menganggap  ketegangan dan kecemasan sebagai bagian dari kehidupan yang harus dijalani sehari-hari, sehingga bisa menerimanya dengan secara wajar. Selain itu pikiran sehat bisa menemukan banyak solusi untuk mencegah kemungkinan timbulnya ketegangan dan kecemasan secara berlebihan.

5. Dapat berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan. Berinteraksi dengan orang lain, terutama di lingkungan kita sendiri yang berbeda profesi, suku dan agama dengan secara intens membutuhkan kemampuan penyesuaian berupa kemampuan menekan egosentrisitas, menerima perbedaan sebagai kenyataan yang mau tak mau harus diterima. Bagaimana sikap masing-masing dalam menerimanya itu tergantung pada tingkat wawasan dalam hal ini merupakan peran pikiran dan tingkat spiritualnya.

6. Dapat menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran di kemudian hari. Pekerjaan yang gagal dan target yang tidak tercapai sesuai dengan perencanaan bisa mengakibatkan kekecewaan karena berimbas pada langkah-langkah selanjutnya. Tidak hanya dialami oleh para eksekutif, setiap orang juga sering mengalaminya meskipun dengan skala dan intensitas yang berbeda. Tetapi masalahnya adalah bagaimana menerima kekecewaan tersebut dan menyikapinya dengan bijak sehingga tidak mengakibatkan depresi, tetapi justru menjadikannya sebagai akibat yang perlu dianalisis dan dipakai sebagai acuan untuk tindakan selanjutnya. Tidak membiarkan diri berlarut-larut sehingga berakibat pada keterkaitannya dengan pihak-pihak yang lain.

7. Dapat mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif. Persaingan dan ketidakcocokan bisa dialami oleh setiap orang, baik dalam pergaulan dan pekerjaannya sehari-hari. Iri dan dengki dari mereka yang jiwanya tidak sehat kadang mengundang rasa permusuhan. Untuk mengubahnya menjadi emosi yang konstruktif diperlukan tingkat pemikiran yang dewasa dan luas serta spiritualitas yang memadai, sehingga penyelesaiannya justru menjadi sinergis bagi kedua pihak. Paling sedikit rasa permusuhan yang bersifat dan bisa berdampak negatif tersebut bisa diubah menjadi motivasi untuk melakukan hal yang bersifat positif.

8. Mempunyai rasa kasih sayang yang besar. Rasa kasih sayang menjadi dasar bagi timbulnya kedulian terhadap sesama manusia. Pada dasarnya setiap orang memiliki perasaan ini tetapi seringkali terkikis oleh kerasnya keadaan dan perjuangan untuk mempertahankan hidup. Masyarakat di negara maju dengan kondisi sosial ekonomi yang sejahtera, rata-rata memiliki kepedulian yang lebih tinggi. Di lingkungan masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah, membutuhkan lebih banyak upaya baik dengan pikiran dan faktor spiritual untuk bisa mengembangkan rasa kasih sayang yang bersifat universal ini.

Apakah Anda memilik ciri-ciri tersebut ?  Jika tidak memiliki delapan ciri, hanya lima atau enam ciri dari kesehatan jiwa, Anda masih beruntung. Karena bisa dimaklumi untuk bisa tetap bertahan dalam kondisi sosial ekonomi yang berat dengan melalui jalan yang normal, masih setia pada kode etik profesi masing-masing dan berjalan lurus sesuai dengan aturan hukum, diperlukan kekuatan yang merupakan sinergi dari elemen-elemen pikiran sehat, emosi sehat dan kematangan spiritualitas.

Apakah selanjutnya Anda akan membangun kesehatan jiwa agar pribadi Anda berkembang semakin dewasa, berwawasan universal sekaligus memiliki sikap spiritual yang tinggi sebagai bekal dalam menghadapi kemungkinan tantangan-tantangan yang lebih besar di masa mendatang ? Atau entah karena alasan apa sudah cukup sampai disini saja ?

Blog ini hanya ingin membagi informasi tetapi tak menyarankan apa pun, karena setiap individu memiliki latar belakang budaya, pendidikan, kondisi sosial ekonomi dan intensitas spiritual yang berbeda-beda. Karena itu pula kendala dan peluang masing-masing individu juga berbeda-beda. Pilihan itu terserah Anda, karena manfaat atau resikonya adalah milik Anda sendiri.

Tagged: